UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BERBICARA BAHASA
INGGRIS MELALUI METODE DEBAT
Fitra Hayati*)
SMP NEGERI 226 JAKARTA
Abstract. This research was based on the background of the low
score on students speaking and participating in the English class. This class
action research was aimed to increase the learning outcomes and the students
participation.
To solve this these problems was by applying Debate method.After applying it, the learning
outcomes and the students participation on learning English increased. This
research was done on 2 cycle of learning with 36 students. The techniques of
collecting data were by observing by the collaborator, analyzing data was done
by describing with percentage technique.
Based on the
result of the research that was done can be concluded as follow: 1) The student
participation actively on learning process
increased, because it has reached the stated criteria; 2) The students frequency of asking question
icreased rapidly. So This Debate Method can increae the learning outcomes and
the students participation on learning English.
Keywords:
Learning outcomes, Debate Methode, students participation
Abstrak. Penelitian
ini berdasarkan latar-belakang rendahnya
hasil belajar berbicara dan partisipasi siswa pada mata pelajaran bahasa
Inggris bila dibandingkan dengan keterampilan berbahasa yang lainnya.
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan
untuk meningkatkan hasil belajar dan
patisipasi siswa yang masih rendah dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris.
Pemecahan masalah rendahnya hasil belajar dan partisipasi
siswa adalah dengan Metode Debat. Setelah diterapkan Metode Debat hasil belajar
dan partisipasi siswa dalam pembelajaran Bahasa Inggris meningkat. Penelitian
ini dilakukan dalam 2 siklus terhadap 36 orang siswa.
Teknik pengumpulan data melalui observasi oleh guru dan
kolaborator, dan analisis data dilakukan secara deskripsi dengan teknik
persentase.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1) Keterlibatan siswa secara aktif dalam
proses pembelajaran tinggi, karena telah mencapai kriteria yang ditetapkan; 2) Frekuensi siswa yang bertanya meningkatkat
tinggi, 3) Siswa yang mampu mengajukan
pendapat sedang, karena meskipun belum memenuhi kriteria tetapi dari segi
kuantitas mengalami peningkatan, 4) Siswa yang mampu menjawab pertanyaan
tinggi, 94,4% karena melampaui kriteria yang ditetapkan yakni 84%, dan. Dengan demikian Metode Debat
berhasil meningkatkan hasil belajar dan partisipasi siswa dalam pembelajaran
Bahasa Inggris.
Kata
kunci : Hasi belajar, Metode Debat, partisipasi
siswa.
PENDAHULUAN
Bahasa Inggris adalah bahasa asing yang harus di ajarkan di SMP.
Pada mata pelajaran ini ada 4 aspek keterampilan yang harus dikuasai siswa
yaitu: mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Mengembangkan aspek keterampilan berbicara ini sangat sulit sekali.
Kesulitan yang dialami siswa dalam berbicara dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya faktor pada diri siswa yaitu pemahaman siswa masih kurang
terhadap kompetensi komunikatif yang tepat dan sederhana, sikap siswa yang
meremehkan kegiatan berbicara, takut salah, malu ditertawakan teman, tidak
percaya diri.
Selain itu faktor guru
juga sangat berpengaruh khususnya dalam proses pembelajaran, guru lebih
menekankan pada pengembangan aspek membaca dan menulis, sehingga pengembangan
aspek keterampilan berbicara sering diabaikan. Padahal hasil sesungguhnya dari belajar bahasa adalah siswa
harus bisa berbicara dengan bahasa yang dipelajarinya. Melihat pentingnya
kemampuan keterampilan berbicara bahasa
Inggris untuk di praktekkan dalam kehidupan sehari-hari, tentulah dalam pembelajaran
kemampuan berbahasa keterampilan aspek berbicara diperlukan metode dan atau
model pembelajaran yang bervariasi. Kevariasian ini dilakukan untuk menemukan
model yang paling cocok diterapkan pada siswa sehingga siswa mau berpartisipasi
aktif berbicara bahasa Inggris.
Hal ini mendorong peneliti
untuk mengadakan pembaharuan dalam menggunakan pembelajaran. Metode Debat diprediksikan
membawa peluang untuk meningkatkan kompetensi siswa, untuk meningkatkan hasil
belajar dan partisipasi siswa berbicara
bahasa Inggris, karena metode ini memiliki langkah-langkah yang
mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Jika metode ini digunakan secara
berkesinambungan, maka kemampuan berbicara siswa dapat dioptimalkan.
Berdasarkan masalah diatas, peneliti merumuskan masalah
sebagai berikut : Apakah Penggunaan
Metode Debat dapat meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Inggris?
Penelitian tindakan kelas
ini bertujuan sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan proses dan hasil
pembelajaran Bahasa Inggris dalam keterampilan berbicara, alternatif yang
digunakan untuk menyelesaikan rumusan masalah di atas dengan menggunakan Metode
Debat, diprediksi akan mengkondisikan siswa
memperoleh peningkatan hasil belajar dari yang kurang baik pada kondisi awal.
Manfaat
penelitian ini bagi siswa: a) Membiasakan
siswa untuk berani mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain; b)
Mengubah pola pikir siswa bahwa Bahasa Inggris adalah pelajaran yang sulit,
menakutkan, dan membosankan menjadi pelajaran menyenangkan dan mengasyikan
serta berguna dalam kehidupan sehari-hari
Manfaat
penelitian bagi peneliti: a) Untuk memperbaiki media pembelajaran guna meningkatkan
hasil belajar siswa; b) Membiasakan guru untuk berinovasi dalam melaksanakan
pembelajaran, khususnya dalam menggunakan metode pembelajaran. C) Meningkatkan
profesionalisme guru melalui penelitian yang dilakukan.
Penelitian
ini juga memiliki manfaat bagi sekolah: a) Sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan dalam meningkatkan hasil belajar siswa; b) Untuk
meningkatkan kinerja guru; c) Untuk menigkatkan kualitas pembelajaran di
sekolah; d) Untuk meningkatkan kualitas mutu lulusan sekolah.
Hasil
dari kegiatan belajar adalah berupa perubahan perilaku yang relatif permanent
pada diri orang yang belajar. Tentu saja, perubahan yang diharapkan adalah
perubahah ke arah yang positif. Perubahan
perilaku tersebut, misalnya dapat berupa dari tidak tahu sama sekali
menjadi terampil, dll. Jadi perubahan sebagai hasil kegiatan belajar dapat
berupa aspek Kognitif, Psikomotor maupun Afektif. (Rahadi 2003, 4)
Hasil
belajar dalam penelitian ini adalah hasil belajar peserta didik untuk Standar
Kopetensi 3. Mengungkapkan
makna dalam percakapan transaksional dan interpersonal lisan pendek sederhana
untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan KDnya 3.1. Mengungkapkan
makna dalam percakapan transaksional (to
get things done) dan interpersonal
(bersosialisasi) pendek sederhana dengan menggunakan ragam bahasa lisan secara
akurat, lancar, dan berterima untuk
berinteraksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur: meminta,
memberi, menolak jasa, meminta, memberi, menolak barang, meminta, memberi dan
mengingkari informasi, meminta,
memberi, dan menolak pendapat, dan menawarkan / menerima / menolak sesuatu. 3. 2. Memahami dan
merespon percakapan transaksional (to get things done) dan interpersonal (bersosialisasi) sederhana
dengan menggunakan ragam bahasa lisan secara akurat, lancar, dan berterima
untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang melibatkan tindak tutur:
mengundang, menerima dan menolak ajakan, menyetujui/tidak menyetujui, memuji,
dan memberi selamat,
dengan proses pembelajaran dengan menggunakan metode Debat. Dari hasil belajar
ini diketahui ketercapaian tujuan pembelajaran berbicara menggunakan kompetensi
komunikatif Bahasa Inggris.
Belajar adalah suatu
proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah tingkah lakunya,
baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan berbuat (W. Gulö, 2002: 23).
Definisi yang lain menyebutkan bahwa
belajar adalah sebuah proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh
sebuah perubahan tingkah laku yang menetap, baik yang dapat diamati
maupun yang tidak dapat diamati secara langsung, yang terjadi sebagai suatu
hasil latihan atau pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan (Roziqin, 2007:
62).
Dari berbagai definisi
para ahli di atas, dapat disimpulkan adanya beberapa ciri belajar, yaitu: a) Belajar
ditandai dengan perubahan tingkah laku (change behavior); b) Perubahan perilaku
relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi
karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah; c) Perubahan
tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang
berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial; d) Perubahan tingkah
laku merupakan hasillatihan atau pengalaman; dan e) Pengalaman atau latihan itu
dapat memberi penguatan.
Di dalam tugas melaksanakan proses
belajar mengajar, seorang guru perlu memperhatikan beberapa prinsip belajar
berikut: a) Apa pun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar bukan
orang lain; b) Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya; c) Siswa
akan dapat belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung pada setiap
langkah yang dilakukan selama proses belajar; d) Penguasaan yang sempurna dari
setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar lebih berarti;
e) Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberikan tanggung
jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.
Dari beberapa pengertian belajar
tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Secara umum
istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya
perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian, maka pembelajaran dapat
dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa,
sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik (Darsono,
2000: 24). Adapun yang dimaksud dengan proses pembelajaran adalah sarana dan
cara bagaimana suatu generasi belajar, atau dengan kata lain bagaimana sarana
belajar itu secara efektif digunakan. Hal ini tentu berbeda dengan proses
belajar yang diartikan sebagai cara bagaimana para pembelajar itu memiliki dan
mengakses isi pelajaran itu sendiri (Tilaar, 2002: 128).
Berangkat dari pengertian
tersebut, maka dapat dipahami bahwa pembelajaran membutuhkan hubungan dialogis
yang sungguh-sungguh antara guru dan peserta didik, dimana penekanannya adalah
pada proses pembelajaran oleh peserta didik (student of learning),
dan bukan pengajaran oleh guru (teacher of teaching)
(Suryosubroto, 1997: 34). Konsep seperti ini membawa konsekuensi kepada fokus
pembelajaran yang lebih ditekankan pada keaktifan peserta didik sehingga proses
yang terjadi dapat menjelaskan sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.
Keaktifan peserta didik
ini tidak hanya dituntut secara fisik saja, tetapi juga dari segi kejiwaan.
Apabila hanya fisik peserta didik saja yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya
kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini
sama halnya dengan peserta didik tidak belajar, karena peserta didik tidak
merasakan perubahan di dalam dirinya (Fathurrohman & Sutikno, 2007: 9).
Pembelajaran pada
hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan,
sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dan tugas guru
adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan
perilaku bagi peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai usaha
sadar pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka dapat belajar sesuai
dengan kebutuhan dan minatnya. Disini pendidik berperan sebagai fasilitator
yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung peningkatan
kemampuan belajar peserta didik.
Berdasarkan beberapa
kajian dan kasus yang dihadapi pada berbagai kondisi, dapat disimpulkan bahwa
debat memiliki pengertian sebagai berikut: a) Debat adalah kegiatan
argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara individual maupun kelompok
dalam mendiskusikan dan memecahkan suatu masalah. Debat dilakukan menuruti
aturan-aturan yang jelas dan hasil dari debat dapat dihasilkan melalui voting
atau keputusan juri; b) Debat
adalah suatu diskusi antara dua orang atau lebih yang berbeda pandangan, dimana
antara satu pihak dengan pihak yang lain saling menyerang (opositif); c) Debat terjadi dimana unsur emosi
banyak berperan. Pesertanya kebanyakan hanya hendak mempertahankan pendapat
masing-masing dibandingkan mendengar pendapat dari orang lain dan berkehendak
agar peserta lain menyetujui pendapatnya. Oleh karena itu, dalam debat terdapat
unsur pemaksaan kehendak; d)
Debat adalah aktivitas utama dari masyarakat yang mengedepankan demokratik; e) Sebuah kontes antara dua orang
atau grup yang mempresentasikan tentang argumen mereka dan berusaha untuk
mengembangkan argumen dari lawan mereka.
Model
Pembelajaran Debat pada
tingkat sekolah menengah pertama, pola pikir siswa harus mulai dibangun
membentuk karakter yang kritis dan cepat tanggap terhadap permasalahan yang
terjadi di sekitarnya. Biasanya, ketika siswa diajak memecahkan suatu kasus
permasalahan yang menuntut sebuah keputusan untuk diambil, akan terbagi menjadi
3 buah kubu. Siswa kubu pendukung suatu keputusan (biasanya disebut kelompok
Pro), siswa kubu penolak (kelompok Kontra), dan kubu netral yang mengambil
sikap “cari aman” dengan tidak memilih pihak manapun.
Dengan pembelajaran metode
debat, siswa dibentuk menjadi hanya dua jenis kelompok yaitu Pro dan Kontra.
Dalam model pembelajaran Debat siswa juga dilatih bagaimana mengeluarkan
pendapat seperti dalam model pembelajaran Think Pair and Share, perbedaannya
adalah dalam debat situasi pembelajaran disengaja dibuat 2 kelompok yang
berseberangan (pro dan kontra). Siswa dilatih mengutarakan pendapat,
pemikirannya dan bagaimana mempertahankan pendapatnya dengan
alasan-alasan yang logis dan dapat dipertanggungjawabkan. Bukan berarti siswa
diajak saling bermusuhan, melainkan siswa belajar bagaimana menghargai adanya
perbedaan. Berikut ini adalah langkah-langkah debat yang biasanya diterapkan di
kelas dalam lingkup sekolah menengah atas: a) Guru membagi siswa menjadi 2
kelompok peserta debat, yang satu pro dan yang lainnya kontra; b) Guru
memberikan tugas untuk membaca materi yang akan diperdebatkan oleh kedua
kelompok diatas; c) Setelah selesai membaca materi, Guru menunjuk salah satu
anggota kelompok pro untuk berbicara saat itu; d) Kemudian setelah selesai
ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa
bisa mengemukakan pendapatnya; e) Sementara
siswa menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari setiap
pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide yang diharapkan; f) Guru
menambahkan konsep/ide yang belum terungkapkan; g) Dari data-data yang
diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman yang
mengacu pada topik yang ingin dicapai.
Dalam pembelajaran
berbicara dengan model debat akan lebih menarik apabila pembimbing dapat
menguasai emosi peserta. Dengan pembimbing mengguasai emosi peserta dia akan
mudah membuat debat tersebut menjadi sangat menarik, menyenangkan, dan ramai.
Selain itu dia juga dapat dengan mudah merangsang siswa untuk berpikir kritis
dan spontan yang kemudian ditindaklanjuti dengan pengungkapan secara lisan yang
secara langsung merangsang kemampuan berbicara anak. Dengan sering diadakanya
kegiatan ini siswa akan menjadi terbiasa untuk berbicara secara terstuktur dan
terkonsep dengan baik.
Model
pembelajaran debat
merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan
kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan
kontra. Siswa dibagi ke dalam dua kelompok yang duduknya berhadapan, satu
kelompok mengambil posisi pro dan satu kelompok lainnya dalam
posisi kontra. Selanjutnya antara kelompok pro dan kontra saling melakukan
perdebatan tentang topik yang ditugaskan / diberikan. Laporan masing-masing
kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diutarakan sesuai pendapat
masing-masing kelompok dengan dibimbing oleh guru yang akhirnya dapat ditarik
suatu kesimpulan. kemudian guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang
penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa
efektif siswa terlibat dalam prosedur debat. Pada dasarnya, model pembelajaran debate ini
merupakan pembelajaran kooperatif, dimana harus melibatkan materi ajar
yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar
materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas.
Keterampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang
penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat
diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi
proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya,
peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi
(material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor
proses belajar.
Dalam model pembelajaran debat siswa juga dilatih bagaimana mengeluarkan pendapat seperti dalam model pembelajaran Think Pair and Share, perbedaannya adalah dalam model pembelajaran debate situasi pembelajaran disengaja dibuat 2 kelompok yang berseberangan (pro dan kontra). Dengan adanya acuan teknis diatas, dapat dilihat bahwa model debat mengadopsi gabungan dari beberapa metode pembelajaran seperti Diskusi, Ceramah, dan Pembelajaran Kooperatif.
Dalam model pembelajaran debat siswa juga dilatih bagaimana mengeluarkan pendapat seperti dalam model pembelajaran Think Pair and Share, perbedaannya adalah dalam model pembelajaran debate situasi pembelajaran disengaja dibuat 2 kelompok yang berseberangan (pro dan kontra). Dengan adanya acuan teknis diatas, dapat dilihat bahwa model debat mengadopsi gabungan dari beberapa metode pembelajaran seperti Diskusi, Ceramah, dan Pembelajaran Kooperatif.
Proses debat tersebut
dilakukan secara terus menerus sehingga siswa benar-benar berfikir semaksimal
mungkin kemudian mengungkapkanya di depan forum. Untuk menghindari kebosanan
kedua kelompok diadakan pertukaran posisi dan permasalahan yang berbeda-beda,
yaitu kelompok pro berubah menjadi kelompok kontra dan begitu juga sebaliknya.
Dalam pelaksanaan model
pembelajaran debat ini sangat diperlukan seorang pembimbing untuk mengendalikan
keadaan kelas, karena apabila sudah terjadi perdebatan setiap kelompok tidak
ada yang mau mengalah dan semakin lama perdebatan akan semakin memanas sehingga
kehadiran seorang pembimbing sangat diperlukan. Yang diharuskan bagi para
peserta debat adalah tidak diperkenankan menggunakan kata-kata yang kasar atau
tidak baik agar siswa terlatih untuk berbicara dengan baik dan teratur.
Ada beberapa kelebihan
dari model pembelajaran debat diantaranya adalah: a) Memantapkan pemahaman
konsep siswa terhadap materi pelajaran yang telah diberikan; b) Melatih siswa
untuk bersikap kritis terhadap semua teori yang telah diberikan; c) Melatih
siswa untuk berani mengemukakan pendapat disertai alasannya; d) Memacu siswa
aktif dalam pembelajaran; e) Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi
secara baik; f) Melatih siswa untuk mengungkapkan pendapat disertai alasannya;
g) Mengajarkan siswa cara menghargai pendapat orang lain; h) Tidak membutuhkan
banyak media
Selain
itu juga terdapat kekurangan dalam model pembelajaran
debat, diantaranya adalah: a) Ketika
menyampaikan pendapat saling berebut; b) Terjadi debat kusir yang tak kunjung
selesai bila guru tidak menengahi; c) Siswa yang pandai berargumen akan selalu
aktif tapi yang kurang pandai berargumen hanya diam dan pasif; d) Menghabiskan
banyak waktu untuk melakukan sesi debat antar kelompok; e) Perlunya tema yang
mudah dipahami oleh siswa; f) Tema haruslah dapat diperdebatkan; g) Perataan
siswa dalam kelompok terkadang tidak heterogen.
METODE
PENELITIAN
Subjek penelitiannya
adalah siswa SMP Negeri 96 Jakarta kelas VIII-4
Tahun Pelajaran 2013-2014 dengan
jumlah siswa sebanyak 36 orang, terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 22 siswa
perempuan.
Waktu penelitian dilakukan
pada semester ganjil , Tahun Pelajaran 2013-2014, tepatnya pada bulan September
– November 2013. Pemilihan waktu tersebut karena pada saat semester ganjil
banyak materi yang cocok diajarkan dengan menggunakan metode debat.
Penelitian tindakan kelas
ini dilaksanakan di kelas VIII-4 SMP Negeri 96 Jakarta yang beralamatkan di Jl.
Margasatwa, Komplek Timah, Pondok Labu, Jakarta Selatan untuk mata pelajaran
Bahasa Inggris. Penelitian dilakukan selama 3 bulan, yaitu mulai bulan
September sampai bulan November 2013. Pemilihan kelas VIII-4 ini
bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan proses dan hasil belajar di kelas
VIII-4, karena kelas ini kemampuan akademiknya berada di bawah lainnya yang berjumlah 6 kelas.
Penentuan waktu penelitian mengacu pada kalender akademik
sekolah sebagaimana yang disampaikan oleh Supardi (2006:73) bahwasanya
pelaksanaan PTK tidak boleh mengganggu kegiatan belajar mengajar yang telah
terjadwal, selain itu masih menurut penjelasan Supardi bahwasannya PTK
memerlukan beberapa siklus yang membutuhkan proses belajar mengajar yang
efektif di kelas.
Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Penelitian Tindakan kelas (PTK)
Pelitian Tindakan Kelas ini adalah penelitian tindakan untuk memperbaiki
praktik pembelajaran di kelasnya, sehingga berfokus pada proses belajar
mengajar yanjg terjadi di kelas. Penelitian Tindakan Kelas adalah tindakan yang
nyata yang diyakini lebih baik dari yang biasa dilakukan, Suhardjono (2009:11).
Data
dari peserta didik ada tiga macam, yaitu: 1) nilai hasil berbicara
selama proses pembelajaran berlangsung; 2) data yang diperoleh dari
hasil observasi teman sejawat yang membantu mengamati perilaku peserta didik,
partisipasi dalam setiap pembelajaran; 3) angket yang diambil di setiap akhir
siklus, angket ini menggali data dari peserta didik yang berupa sikap peserta
didik terhadap pelajaran Bahasa Inggris.
Pada penelitian
ini, data diperoleh dari data primer
yaitu data melalui pengamatan yang dilakukan oleh observer, melalui unjuk kemampuan berbicara, dan angket
untuk mengukur sikap peserta didik terhadap pelajaran Bahasa Inggris.
Alat pengumpulan data
dalam penelitian ini yang dipakai oleh peneliti adalah dengan menggunakan rubrik
penilaian speaking selama proses pembelajaran. Lembar Observasi digunakan oleh
observer mengamati kegiatan guru pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Angket
digunakan untuk mengetahui persepsi peserta didik terhadap pelajaran Bahasa
Inggris.
Data
yang dikumpulkan pada setiap kegiatan observasi dari pelaksanaan siklus dianalisis secara deskriptif dengan
menggunakan teknik persentase untuk melihat kecenderungan yang terjadi dalam
kegiatan pembelajaran. Untuk melakukan
analisis Hasil Belajar dilakukan dengan cara mencari nilai rerata tes yang
diperoleh peserta didik pada setiap akhir pertemuan tiap-tiap siklus.
Data
nilai tes menjadi bahan untuk dianalisis secara deskriptif yang menjelaskan
kecenderungan perubahan pencapaian hasil belajar kearah yang lebih baik.
Pada
tahap analisis dan Refleksi hasil observasi dari observer serta nilai membaca
siswa pada akhir setiap siklus dianalisis dan dijadikan bahan refleksi melalui
diskusi bersama antara peneliti dan observer.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini terdiri dari 2 siklus secara berulang yaitu
siklus I dan siklus II. Setiap siklus
dalam penelitian ini meliputi empat tahap:
Perencanaan (planning),
Pelaksanaan (acting), Pengamatan (observing), dan Refleksi (reflecting). Langkah kegiatan belajar
mengajar pada pertemuan pertama Siklus 1 dengan metode debat sebagai berikut:
a) Perencanaan yang meliputi penetapan
materi pembelajaran Bahasa Inggris dan penetapan alokasi waktu pelaksanaannya (
September – November 2013); b) Tindakan
yang meliputi seluruh proses kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode
debat; c) Observasi dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran, meliputi
aktivitas siswa, pengembangan materi dan hasil belajar siswa dilakukan oleh
kolaborator; d) Refleksi dalam kegiatan pembelajaran dianalisa dan sekaligus
menyusun rencana perbaikan pada siklus berikutnya.
Penelitian
dilakukan selama 3 bulan, yaitu mulai bulan September sampai November 2013 tahapan
kegiatan sebagai berikut: a) Guru mengkondisikan kelas dengan mengajak siswa membersihkan
sampah, agar KBM menjadi nyaman.Kegiatan diawali dengan berdoa, memberi salam
dan tegur sapa; b) Guru
memberikan motivasi siswa untuk ikut aktif dalam proses pembelajaran di kelas;
c) Guru menyampaikan
kompetensi yang ingin dicapai, KD 3.1. Mengungkapkan
makna dalam percakapan transaksional (to
get things done) dan interpersonal
(bersosialisasi) pendek sederhana dengan menggunakan ragam bahasa lisan secara
akurat, lancar, dan berterima untuk
berinteraksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur: meminta,
memberi, menolak jasa, meminta, memberi, menolak barang, meminta, memberi dan
mengingkari informasi, meminta, memberi, dan menolak pendapat, dan menawarkan /
menerima / menolak sesuatu;
d) Guru mengkondisikan siswa kedalam kelompok berpasangan dua orang; e) Guru
menyajikan atau mengingatkan kembali materi yang akan dipelajari. Guru
memberitahukan tujuan dan manfaat dari materi yang akan dipelajari karena akan
membantu siswa untuk mengingatnya; f) Guru membagi siswa menjadi 2 kelompok
peserta debat, yang satu pro dan yang lainnya kontra; g) Guru memberikan tugas
untuk membaca beberapa materi yang akan diperdebatkan oleh kedua kelompok
diatas; h) Setelah selesai membaca materi, Masing-masing kelompok mengajukan
topik yang akan diperdebatkan; i) Guru melakukan voting untuk menentukan topik
yang akan diperdebatkan oleh kelompok pro dan kontra; j) Guru menunjuk salah
satu anggota kelompok kontra untuk berbicara saat itu; k) Guru menunjuk siswa 1
orang anak dari kelompok pro untuk mencatat
kalimat yang diucapkan oleh teman-temannya dari kelompok kontra, 1 orang dari
kelompok kontra untuk mencatat kalimat dari teman-temannya dari kelompok pro;
l) Kemudian setelah selesai ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian
seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya; m) Sementara
siswa menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari setiap
pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide yang diharapkan; n) Guru
menambahkan konsep/ide yang belum terungkapkan; o) Dari data-data yang
diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman yang
mengacu pada topik yang ingin dicapai.
Dari hasil akhir
pembelajaran pada Pertemuan Pertama Siklus I didapat hasil rerata nilai 57,63
siswa yang tuntas sebesar 19,44%, sedangkan siswa yang tidak tuntas
sebesar 80,56%. Dari hasil tes tersebut dapat diasumsikan
bahwa peserta didik masih belum memiliki kemampuan seperti apa yang diharapkan.
Data yang diperoleh dari instrument yang berupa angket
pada akhir pembelajaran pada Pertemuan
Pertama Siklus 1. Data menggambarkan
kondisi sikap peserta didik pada awal
siklus 1 menunjukkan bahwa secara umum peserta didik bersemangat, memiliki
ketertarikan yang tinggi terhadap Bahasa Inggris khususnya dalam menyampaian
dengan menggunakan metode debate.
Melihat hasil observasi yang dilakukan oleh observer,
terlihat bahwa aktivitas guru dalam mempersiapkan diri untuk mengawali
pembelajaran belum sepenuhnya siap, hal ini diduga akan mempengaruhi prestasi
peserta didik dalam pembelajaran.
Antusias peserta didik yang masih
rendah, konsentrasi yang masih buyar pada saat proses belajar terlihat pada
saat observer. Siswa jarang mengajukan
pertanyaan dan tidak mau menjawab berbagai pertanyaan guru membuat kondisi
kelas sungguh kurang variatif.
Refleksi
untuk Pertemuan Pertama Siklus 1: Proses
pembelajaran belum seperti yang diharapkan peneliti, kegiatan di dalam kelas
masih berlangsung kurang tertib, partisipasi peserta didik yang masih kurang
aktif serta kekurangan-kekurangan yang lainnya yang masih perlu diperbaiki
dalam pelaksanaan pembelajaran.
Pada
Pertemuan Kedua Siklus 1, peneliti
melakukan beberapa perbaikan, yaitu: Guru
mengkondisikan siswa kedalam kelompok berpasangan dua orang.
Dari
hasil penilaian pada pembelajaran pada Pertemuan Kedua Siklus I didapat hasil
rerata nilai 65,42, peserta didik yang
tuntas sebesar 41,67%, sedangkan peserta didik yang tidak tuntas sebesar
58,33%.
Hasil pengamatan yang
dilakukan oleh observer,
Pada
Pertemuan Kedua Siklus 1, Proses pembelajaran belum seperti yang diharapkan
peneliti, kegiatan di dalam kelas masih berlangsung kurang tertib, partisipasi
siswa yang masih kurang aktif serta kekurangan-kekurangan yang lainnya yang
masih perlu diperbaiki dalam pelaksanaan pembelajaran.
Hasil penilaian
pada pembelajaran Pertemuan Ketiga
Siklus I, didapat hasil rerata nilai
67,22, siswa yang tuntas sebesar 55,56%,
sedangkan peserta didik yang tidak tuntas sebesar 44,44%.
Dari hasil tes tersebut dapat diasumsikan bahwa peserta didik telah
mengalami peningkatan.
Melihat hasil pengamatan yang dilakukan
oleh observer, terlihat bahwa aktivitas guru dalam mempersiapkan diri untuk
mengawali pembelajaran mulai menunjukkan peningkatan kearah membaik, hal ini
diduga akan berpengaruh positif terhadap prestasi siswa.
Pada saat
Pertemuan Pertama Siklus 2, peneliti melakukan penilaian pada pelaksanaan
kegiatan, peneliti menganalisis kondisi
pembelajaran, yang meliputi pelaksanaan
pengajaran, partisipasi peserta didik di dalam kelas. Setelah melihat
kekurangan yang ada, peneliti kemudian
melakukan perbaikan yang meliputi metode, alat bantu pembelajaran, serta
partisipasi peserta didik untuk dapat mengikuti proses pembelajaran yang lebih
aktif pada pertemuan selanjutnya. Peneliti juga memperhatikan catatan dari
observer yang membantu melakukan pengamatan saat peneliti melakukan proses
pembelajaran
Pertemuan pertama siklus 2
didapat hasil rerata nilai 71,94 siswa
yang tuntas sebesar 72,22%, sedangkan peserta didik yang tidak tuntas sebesar
27,78%. Dari hasil tersebut dapat
diasumsikan bahwa siswa telah mengalami peningkatan.
Gambaran
yang diperoleh dari angket yang diberikan kepada siswa menunjukkan bahwa secara
umum siswa bersemangat, memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap Bahasa
Inggris khususnya dalam menyampaian dengan metode debate.
Melihat hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer, terlihat bahwa
aktivitas guru dalam mempersiapkan diri untuk mengawali pembelajaran sudah
bagus,
Aktivitas guru dalam
pembelajaran sudah menunjukkan peningkatan, terutama dalam menyiakan sumber
belajar, memberikan layanan kepada peserta didik secara maksimal, pengembangan
penggunaan media, IT sudah mulai dilakukan semakin baik dari pertemuan
sebelumnya.
Refleksi
Pada saat Pertemuan Pertama Siklus 2, peneliti melakukan evaluasi pelaksanaan
kegiatan, saat pelaksanaan peneliti
melihat, menganalisis kondisi pembelajaran, yang meliputi pelaksanaan guru
dalam melakukan pengajaran, partisipasi peserta didik di dalam kelas. Setelah
melihat kekurangan yang ada, peneliti
kemudian melakukan perbaikan yang meliputi metode, alat bantu pembelajaran,
serta partisipasi peserta didik untuk dapat mengikuti proses pembelajaran yang
lebih kondusif pada pertemuan selanjutnya.
Pada pertemuan kedua
siklus 2 hasil rerata nilai 74,17
peserta didik yang tuntas sebesar 83,33%, sedangkan peserta didik yang tidak
tuntas sebesar 16,67%. dapat diasumsikan
bahwa peserta didik telah mengalami peningkatan.
Hal
yang masih dan terus untuk ditingkatkan adalah: keinginan peserta didik yang
masih rendah, peserta didik masih belum mampu dengan jelas menjawab pertanyaan
dari guru.Catatan dari obsever yang berperan sebagai observer yang membantu
melakukan pengamatan saat peneliti melakukan proses pembelajaran untuk
dijadikan dasar peningkatan kualitas pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Pertemuan
ketiga siklus 2hasil rerata nilai 78,19 peserta didik yang tuntas sebesar 97,22%,
sedangkan peserta didik yang tidak tuntas sebesar 2,78%
Pertemuan
Ketiga Siklus 2 menjadi 78,19, hal ini mengindikasikan bahwa secara periodic
terjadi peningkatan kemampuan peserta didik dalam penguasaan pelajaran.
Peran
serta peserta didik dalam mengikuti pelajaran juga semakin meningkat.
Partisipasi dengan bentuk respon jawaban bila peserta didik diberikan
pertanyaan merupakan indikasi yang mengarah pada perbaikan kemampuan peserta
didik dalam pelajaran Bahasa Inggris.
Lebih
memotivasi peserta didik dalam hal partisipasi selama kegiatan
berlangsung. Tujuan motivasi ini untuk
memberikan penguatan kepada peserta didik untuk lebih berani mengungkapkan
pendapatnya, merevisi jawaban rekan yang salah, memberikan argumentasi pada
saat menemukan permasalahan. Dengan
demikian diharapkan peserta didik akan lebih sering menyampaiakn pendapat, ide,
serta gagasannya untuk memberikan ruang bagi peserta didik berpikir kritis,
inovatif, dan selalu dalam suasana yang menyenangkan dalam belajar
Kendala-kendala di atas merupakan sebuah
dinamika dalam pembelajaran, seorang guru harus bisa mengelola kelas dengan
baik agar tercipta kondisi yang ideal untuk pembelajaran. Dari waktu ke waktu,
dari siklus ke siklus, dari pertemuan ke pertemuan berangsur-angsur menunjukkan
hasil yang positif. Hal itu didukung
dengan data penelitian yang tergambar dari penilaian sikap, penilaian tes
setelah pembelajaran berlangsung di setiap pertemuan dalam Siklus I dan Siklus
II, dari data observasi yang dilakukan oleh teman sejawat juga menunjukkan
perubahan kearah yang lebih baik.
Berikut
disajikan hasil rerata skor pencapaian ulangan akhir pembelajaran di tiap
pertemuan yang diperoleh peserta didik dari Siklus I hingga ke Siklus II:
Tabel
4.15 Rekapitulasi Tes Hasil Belajar Akhir Setiap Pertemuan
Pada Siklus 1 dan 2
KKM
|
75
|
75
|
75
|
75
|
75
|
75
|
Daya
Serap
|
57.6
|
65.4
|
67.2
|
71.9
|
74.2
|
78.2
|
Nilai
Maksimal
|
75
|
80
|
80
|
90
|
90
|
90
|
Nilai
Minimal
|
30
|
35
|
35
|
45
|
45
|
55
|
Prosentase
Peserta Didik Tuntas
|
19.4
|
41.7
|
55.6
|
72.2
|
83.3
|
97.2
|
Prosentase
Peserta Didik Tidak Tuntas
|
80.6
|
58.3
|
44.4
|
27.8
|
16.7
|
2.78
|
Perolehan
nilai diakhir semester sebelumnya dengan reratanya 60, peneliti merasa kawatir mengingat KKM yang
telah ditetapkan untuk KD 3.1 sebesar 75,00 Namun demikian itulah sebuah
realita pencapaian hasil belajar peserta didik. Namun setelah dimulainya
penelitian Tindakan Kelas dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan
metode debat dari Siklus I pertemuan ke I-III hingga Siklus II pertemuan ke
I-III diperoleh hasil seperti pada tampilan tabel di atas.
Melihat
perubahan positif tersebut, peneliti
meyakini bahwa pengajaran dengan menggunakan metode debat memiliki kontribusi
yang positif terhadap hasil belajar peserta didik. Jeda waktu antar siklus,
peneliti melakukan refleksi untuk melihat celah mana yang menjadi
kekurangan-kekurangan untuk dievaluasi dan dibuat perbaikan pada kegiatan
penelitian di Siklus dan pertemuan selanjutnya.
Bahkan peneliti juga mengevaluasi masukan dari observer sebagai,
masukan, yang dipilah-pilah untuk peningkatan peneliti agar berusaha melakukan perbaikan, peningkatan pelaksanaan
pada pertemuan-pertemuan berikutnya sehingga harapan tercapainya peningkatan
hasil belajar yang diperoleh peserta didik semakin nyata.
Grafik
berikut menampilkan perubahan prosentase ketuntasan yang diperoleh pada
rangkaian evaluasi atau tes pada akhir pembelajaran tiap kali pertemuan. Hasil yang diperoleh menunjukkan eksistensi
peserta didik semakin meningkat, asumsi yang dapat ditarik dari fenomena itu
adalah bahwa ada pengaruh peningkatan jumlah peserta didik yang tuntas
bila peneliti menerapkan pengajaran
dengan pengajaran dengan menggunakan metode debate.
Berikut
ini ditampilkan grafik ketuntasan peserta didik mulai dari pertemuan pertama
pada Siklus I hingga pada pertemuan ketiga Siklus 2, dari penampilan grafik
berikut dapat diasumsikan bahwa ada kecenderungan peningkatan jumlah peserta didik
yang mengalami ketuntasan dalam pembelajaran.
Ini merupakan gejala yang positif yang diyakini pengaruh dari penggunaan
metode debate. Kompetensi dasar yang diajarkan selama pelaksanaan Penelitian
Tindakan Kelas.

Grafik 4.10 KetuntasanTes Hasil Belajar
Akhir Pertemuan
Pada Siklus 1 dan Siklus 2
Dari tampilan grafik
di atas tentang Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Belajar peserta didik yang
menunjukkan perubahan ke arah yang lebih bagus bahwa dalam setiap akhir
pertemuan pembelajaran tiap-tiap siklus menunjukkan semakin banyak peserta
didik yang mengalami ketuntasan dalam belajar.
Diyakini oleh peneliti bahwa hal ini pengaruh dari penggunaan metode debat. Sesuatu yang baru dalam proses pembelajaran
yang menarik bagi peserta didik dapat memotivasi dan mendorong antusias peserta
didik untuk mengikuti dan mengalami proses pembelajaran yang lebih baik. Hal
ini secara langsung diyakini oleh
peneliti dapat meningkatkan perolehan hasil belajar Bahasa Inggris siswa
yang menjadi subjek dalam penelitian ini.
Hasil belajar yang
diambil dengan pedoman rubric speaking dalam setiap pertemuan disajikan dalam
bentuk grafik berikut ini dapat dilihat peningkatan disemua indikator
keberhasil peserta didik dalam mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode
debate pada pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ini.

Grafik
4.11Rekapitulasi Tes Hasil Belajar Akhir setiap Pertemuan
Siklus 1 dan Siklus 2
Dari seluruh penilaian
yang dilakukan pada proses r pembelajaran
pada dimasing-masing pertemuan, fenomena kenaikan secara simultan ditunjukkan
pada rerata hasil belajar peserta didik, daya serap terhadap pelajaran Bahasa
Inggris, prosentase ketuntasan peserta
didik mengalami peningkatan sebesar 20,56 dari 57,19 (Siklus 1) menjadi 78,2
(Siklus 2), ada perubahan positif yang
diduga merupakan pengaruh dari aplikasi Penggunaan metode debate pada proses
pembelajaran dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini.
Setelah dilakukan penelitian
tindakan kelas mulai dari Siklus 1 dan Siklus 2 pada tiap-tiap pertemuan dapat
disimpulkan bahwa terjadi peningkatan secara berarti, terlihat dari rerata
hasil evaluasi pada siklus 2 yaitu 78,2 telah melebihi kriteria ketuntasan
minimal sekolah yaitu 75,00. Prosentasi peserta didik yang tuntas pada siklus 1
hanya 19,4 meningkat menjadi 97,2 pada siklus 2. Hasil ini menunjukkan bahwa
penerapan metode debat dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Inggris siswa.
SIMPULAN DAN
SARAN
Setelah peneliti cermati selama dalam kegiatan penelitian dari hal proses
sampai pada hasil maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut: 1. Metode
debat, telah memberikan nuansa baru dalam pembelajaran Bahasa Inggris sehingga
pembelajaran lebih efektif. Hal ini terbukti dengan adanya perubahan yang
signifikan terhadap ketuntasan belajar siswa. Terlihat pada nilai ulangan siswa
yang dilakukan setelah siklus II mencapai nilai rata-rata 78,19 dengan
ketuntasan belajar 97,22% dengan demikian pembelajaran menggunakan metode
debate telah berhasil; 3. Penggunaan
metode debate dalam proses belajar mengajar memiliki beberapa manfaat bagi siswa. Mereka
tidak hanya belajar bagaimana berbicara tetapi juga melatih siswa untuk berani
mengemukakan pendapat; 4.Kebanyakan siswa tertarik belajar Bahasa Inggris
menggunakan metode debate. Mereka lebih terbimbing untuk mengemukakan ide.
Setelah
mengetahui hasil dan kesimpulan selama penelitian berlangsung, peneliti
memberikan saran antara lain: 1. Seorang guru hendaknya terampil dan dapat
menguasai berbagai metode pembelajaran agar siswa lebih
mudah memahami materi pembelajaran; 2. Seorang guru harus selalu aktif
melibatkan siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung; 3.
Seorang guru harus dapat memilih media dan kreatif dalam mencoba ide baru agar
proses pembelajaran berhasil dengan baik dan tidak membosankan; 4.
Hendaknya guru selalu memotivasi siswa untuk selalu belajar di rumah tentang
materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya supaya dalam
pembelajaran siswa mempunyai gambaran materi; 5. Perlunya
kolaborasi dengan guru yang lain di dalam meningkatkan kualitas pembelajaran
melalui Penelitian Tindakan Kelas; 6. Kepala Sekolah
hendaknya memfasilitasi kegiatan Penelitian Tindakan Kelas yang dituangkan
dalam Program Kerja Sekolah;
DAFTAR PUSTAKA
Rahadi, Aristo. Media Pembelajaran. Jakarta:
Pendidikan Dasar dan Menengah, 2003.
Aristo Rahadi
(2003:) Media Pembelajaran. Cet. I Dep-dik-nas-dit-jen
Dik Das Men
Deporter,
Bobbi (2004) Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan
Dimyati&
Mudjiono (1999) Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta
Fathurrohman,
Pupuh dan Sutikno, Sobry. 2007. Strategi Belajar Mengajar melalui Penanaman
Konsep Umum & Konsep Islam. Cet. II, Bandung: Refika Aditama.
Gulo,W. 2002 Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: Grasindo
Lado, Robert (1964) Language Teaching
a Scientific Approach, Mc Graw - Hill
Rosiqin,
Muhammad Zainur, 2007. Moral Pendidikan di Era Global; Pergeseran Pola
Interaksi Guru-Murid di Era Global. Malang: Averroes Press.
Suryosubroto,
B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka
Cipta.
Tilaar,
H.A.R. 2002. Pendidikan. Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia;
Strategi Reformasi Pendidikan Nasional. Cet. III, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar