Senin, 06 Februari 2017

JURNAL PTKA PENINGKATAN HASIL BELAJAR BERBICARA BAHASA INGGRIS MELALUI METODE DEBATE

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BERBICARA BAHASA INGGRIS MELALUI METODE DEBAT

Fitra Hayati*)
SMP NEGERI 226 JAKARTA

Abstract. This research was based on the background of the low score on students speaking and participating in the English class. This class action research was aimed to increase the learning outcomes and the students participation.
To solve this these problems was by applying  Debate method.After applying it, the learning outcomes and the students participation on learning English increased. This research was done on 2 cycle of learning with 36 students. The techniques of collecting data were by observing by the collaborator, analyzing data was done by describing with percentage technique.
 Based on the result of the research that was done can be concluded as follow: 1) The student participation  actively on learning process increased, because it has reached the stated criteria;  2) The students frequency of asking question icreased rapidly. So This Debate Method can increae the learning outcomes and the students participation on learning English.   
Keywords: Learning outcomes, Debate Methode, students participation                                      
Abstrak. Penelitian ini berdasarkan latar-belakang  rendahnya hasil belajar berbicara dan partisipasi siswa pada mata pelajaran bahasa Inggris bila dibandingkan dengan keterampilan berbahasa yang lainnya. 
     Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar  dan patisipasi siswa yang masih rendah dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris.
Pemecahan masalah rendahnya hasil belajar dan partisipasi siswa adalah dengan Metode Debat. Setelah diterapkan Metode Debat hasil belajar dan partisipasi siswa dalam pembelajaran Bahasa Inggris meningkat. Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus terhadap 36 orang siswa.
Teknik pengumpulan data melalui observasi oleh guru dan kolaborator, dan analisis data dilakukan secara deskripsi dengan teknik persentase.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1) Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran tinggi, karena telah mencapai kriteria yang ditetapkan;  2) Frekuensi siswa yang bertanya meningkatkat tinggi,  3) Siswa yang mampu mengajukan pendapat sedang, karena meskipun belum memenuhi kriteria tetapi dari segi kuantitas mengalami peningkatan, 4) Siswa yang mampu menjawab pertanyaan tinggi, 94,4% karena melampaui kriteria yang ditetapkan yakni  84%, dan. Dengan demikian Metode Debat berhasil meningkatkan hasil belajar dan partisipasi siswa dalam pembelajaran Bahasa Inggris.

Kata kunci : Hasi belajar, Metode Debat,  partisipasi siswa.

PENDAHULUAN
Bahasa Inggris adalah  bahasa asing yang harus di ajarkan di SMP. Pada mata pelajaran ini ada 4 aspek keterampilan yang harus dikuasai siswa yaitu: mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.  Mengembangkan  aspek keterampilan berbicara ini sangat sulit sekali. Kesulitan yang dialami siswa dalam berbicara dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor pada diri siswa yaitu pemahaman siswa masih kurang terhadap kompetensi komunikatif yang tepat dan sederhana, sikap siswa yang meremehkan kegiatan berbicara, takut salah, malu ditertawakan teman, tidak percaya diri.
Selain itu faktor guru juga sangat berpengaruh khususnya dalam proses pembelajaran, guru lebih menekankan pada pengembangan aspek membaca dan menulis, sehingga pengembangan aspek keterampilan berbicara sering diabaikan. Padahal hasil  sesungguhnya dari belajar bahasa adalah siswa harus bisa berbicara dengan bahasa yang dipelajarinya. Melihat pentingnya kemampuan keterampilan berbicara  bahasa Inggris untuk di praktekkan dalam kehidupan sehari-hari, tentulah dalam pembelajaran kemampuan berbahasa keterampilan aspek berbicara diperlukan metode dan atau model pembelajaran yang bervariasi. Kevariasian ini dilakukan untuk menemukan model yang paling cocok diterapkan pada siswa sehingga siswa mau berpartisipasi aktif berbicara bahasa Inggris.
Hal ini mendorong peneliti untuk mengadakan pembaharuan dalam menggunakan pembelajaran. Metode Debat  diprediksikan  membawa peluang untuk meningkatkan kompetensi siswa, untuk meningkatkan hasil belajar dan partisipasi siswa berbicara  bahasa Inggris, karena metode ini memiliki langkah-langkah yang mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Jika metode ini digunakan secara berkesinambungan, maka kemampuan berbicara siswa dapat dioptimalkan.
Berdasarkan  masalah diatas, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : Apakah  Penggunaan Metode Debat dapat meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Inggris?
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan proses dan hasil pembelajaran Bahasa Inggris dalam keterampilan berbicara, alternatif yang digunakan untuk menyelesaikan rumusan masalah di atas dengan menggunakan Metode Debat,  diprediksi akan mengkondisikan siswa memperoleh peningkatan hasil belajar dari yang kurang baik pada kondisi awal.
Manfaat penelitian ini bagi siswa:  a) Membiasakan siswa untuk berani mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain; b) Mengubah pola pikir siswa bahwa Bahasa Inggris adalah pelajaran yang sulit, menakutkan, dan membosankan menjadi pelajaran menyenangkan dan mengasyikan serta berguna dalam kehidupan sehari-hari
Manfaat penelitian bagi peneliti: a) Untuk memperbaiki media pembelajaran guna meningkatkan hasil belajar siswa; b) Membiasakan guru untuk berinovasi dalam melaksanakan pembelajaran, khususnya dalam menggunakan metode pembelajaran. C) Meningkatkan profesionalisme guru melalui penelitian yang dilakukan.
Penelitian ini juga memiliki manfaat bagi sekolah: a) Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam meningkatkan hasil belajar siswa; b) Untuk meningkatkan kinerja guru; c) Untuk menigkatkan kualitas pembelajaran di sekolah; d) Untuk meningkatkan kualitas mutu lulusan sekolah.
Hasil dari kegiatan belajar adalah berupa perubahan perilaku yang relatif permanent pada diri orang yang belajar. Tentu saja, perubahan yang diharapkan adalah perubahah ke arah yang positif. Perubahan  perilaku tersebut, misalnya dapat berupa dari tidak tahu sama sekali menjadi terampil, dll. Jadi perubahan sebagai hasil kegiatan belajar dapat berupa aspek Kognitif, Psikomotor maupun Afektif. (Rahadi 2003, 4)
            Hasil belajar dalam penelitian ini adalah hasil belajar peserta didik untuk Standar Kopetensi  3. Mengungkapkan makna dalam percakapan transaksional dan interpersonal lisan pendek sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan KDnya  3.1. Mengungkapkan makna dalam percakapan  transaksional (to get things done) dan  interpersonal (bersosialisasi) pendek sederhana dengan menggunakan ragam bahasa lisan secara akurat, lancar, dan berterima  untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur: meminta, memberi, menolak jasa, meminta, memberi, menolak barang, meminta, memberi dan mengingkari informasi, meminta, memberi, dan menolak pendapat, dan menawarkan / menerima / menolak sesuatu. 3. 2. Memahami dan merespon percakapan transaksional (to get things done) dan  interpersonal (bersosialisasi) sederhana dengan menggunakan ragam bahasa lisan secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang melibatkan tindak tutur: mengundang, menerima dan menolak ajakan, menyetujui/tidak menyetujui, memuji, dan memberi selamat, dengan proses pembelajaran dengan menggunakan metode Debat. Dari hasil belajar ini diketahui ketercapaian tujuan pembelajaran berbicara menggunakan kompetensi komunikatif Bahasa Inggris.
Belajar adalah suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan berbuat (W. Gulö, 2002: 23).
Definisi yang lain menyebutkan bahwa belajar adalah sebuah proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh sebuah perubahan tingkah laku yang menetap, baik  yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan (Roziqin, 2007: 62).
Dari berbagai definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan adanya beberapa ciri belajar, yaitu: a) Belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku (change behavior); b) Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah; c) Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial; d) Perubahan tingkah laku merupakan hasillatihan atau pengalaman; dan e) Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan.
           Di dalam tugas melaksanakan proses belajar mengajar, seorang guru perlu memperhatikan beberapa prinsip belajar berikut: a) Apa pun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar bukan orang lain; b) Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya; c) Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajar; d) Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar lebih berarti; e) Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberikan tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Secara umum istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian, maka pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, 2000: 24). Adapun yang dimaksud dengan proses pembelajaran adalah sarana dan cara bagaimana suatu generasi belajar, atau dengan kata lain bagaimana sarana belajar itu secara efektif digunakan. Hal ini tentu berbeda dengan proses belajar yang diartikan sebagai cara bagaimana para pembelajar itu memiliki dan mengakses isi pelajaran itu sendiri (Tilaar, 2002: 128).
Berangkat dari pengertian tersebut, maka dapat dipahami bahwa pembelajaran membutuhkan hubungan dialogis yang sungguh-sungguh antara guru dan peserta didik, dimana penekanannya adalah pada proses pembelajaran oleh peserta didik (student of learning), dan bukan pengajaran oleh guru (teacher of teaching) (Suryosubroto, 1997: 34). Konsep seperti ini membawa konsekuensi kepada fokus pembelajaran yang lebih ditekankan pada keaktifan peserta didik sehingga proses yang terjadi dapat menjelaskan sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.
Keaktifan peserta didik ini tidak hanya dituntut secara fisik saja, tetapi juga dari segi kejiwaan. Apabila hanya fisik peserta didik saja yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya dengan peserta didik tidak belajar, karena peserta didik tidak merasakan perubahan di dalam dirinya (Fathurrohman & Sutikno, 2007: 9).
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dan tugas guru adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai usaha sadar pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Disini pendidik berperan sebagai fasilitator yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung peningkatan kemampuan belajar peserta didik.
Berdasarkan beberapa kajian dan kasus yang dihadapi pada berbagai kondisi, dapat disimpulkan bahwa debat memiliki pengertian sebagai berikut: a) Debat adalah kegiatan argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara individual maupun kelompok dalam mendiskusikan dan memecahkan suatu masalah. Debat dilakukan menuruti aturan-aturan yang jelas dan hasil dari debat dapat dihasilkan melalui voting atau keputusan juri; b) Debat adalah suatu diskusi antara dua orang atau lebih yang berbeda pandangan, dimana antara satu pihak dengan pihak yang lain saling menyerang (opositif); c) Debat terjadi dimana unsur emosi banyak berperan. Pesertanya kebanyakan hanya hendak mempertahankan pendapat masing-masing dibandingkan mendengar pendapat dari orang lain dan berkehendak agar peserta lain menyetujui pendapatnya. Oleh karena itu, dalam debat terdapat unsur pemaksaan kehendak; d) Debat adalah aktivitas utama dari masyarakat yang mengedepankan demokratik; e)  Sebuah kontes antara dua orang atau grup yang mempresentasikan tentang argumen mereka dan berusaha untuk mengembangkan argumen dari lawan mereka.
Model Pembelajaran Debat pada tingkat sekolah menengah pertama, pola pikir siswa harus mulai dibangun membentuk karakter yang kritis dan cepat tanggap terhadap permasalahan yang terjadi di sekitarnya. Biasanya, ketika siswa diajak memecahkan suatu kasus permasalahan yang menuntut sebuah keputusan untuk diambil, akan terbagi menjadi 3 buah kubu. Siswa kubu pendukung suatu keputusan (biasanya disebut kelompok Pro), siswa kubu penolak (kelompok Kontra), dan kubu netral yang mengambil sikap “cari aman” dengan tidak memilih pihak manapun.
Dengan pembelajaran metode debat, siswa dibentuk menjadi hanya dua jenis kelompok yaitu Pro dan Kontra. Dalam model pembelajaran Debat siswa juga dilatih bagaimana mengeluarkan pendapat seperti dalam model pembelajaran Think Pair and Share, perbedaannya adalah dalam debat situasi pembelajaran disengaja dibuat 2 kelompok yang berseberangan (pro dan kontra). Siswa dilatih mengutarakan pendapat, pemikirannya dan bagaimana mempertahankan pendapatnya dengan alasan-alasan yang logis dan dapat dipertanggungjawabkan. Bukan berarti siswa diajak saling bermusuhan, melainkan siswa belajar bagaimana menghargai adanya perbedaan. Berikut ini adalah langkah-langkah debat yang biasanya diterapkan di kelas dalam lingkup sekolah menengah atas: a) Guru membagi siswa menjadi 2 kelompok peserta debat, yang satu pro dan yang lainnya kontra; b) Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan diperdebatkan oleh kedua kelompok diatas; c) Setelah selesai membaca materi, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara saat itu; d) Kemudian setelah selesai ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya;  e) Sementara siswa menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide yang diharapkan; f) Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkapkan; g) Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.
Dalam pembelajaran berbicara dengan model debat akan lebih menarik apabila pembimbing dapat menguasai emosi peserta. Dengan pembimbing mengguasai emosi peserta dia akan mudah membuat debat tersebut menjadi sangat menarik, menyenangkan, dan ramai. Selain itu dia juga dapat dengan mudah merangsang siswa untuk berpikir kritis dan spontan yang kemudian ditindaklanjuti dengan pengungkapan secara lisan yang secara langsung merangsang kemampuan berbicara anak. Dengan sering diadakanya kegiatan ini siswa akan menjadi terbiasa untuk berbicara secara terstuktur dan terkonsep dengan baik.
Model pembelajaran debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam dua kelompok yang duduknya berhadapan, satu kelompok  mengambil posisi pro dan satu kelompok  lainnya dalam posisi kontra. Selanjutnya antara kelompok pro dan kontra saling melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan / diberikan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diutarakan sesuai pendapat masing-masing kelompok dengan dibimbing oleh guru yang akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan. kemudian guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat. Pada dasarnya, model pembelajaran debate ini merupakan  pembelajaran kooperatif, dimana harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Keterampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.
Dalam model pembelajaran debat siswa juga dilatih bagaimana mengeluarkan pendapat seperti dalam model pembelajaran Think Pair and Share, perbedaannya adalah dalam model pembelajaran debate situasi pembelajaran disengaja dibuat 2 kelompok yang berseberangan (pro dan kontra). Dengan adanya acuan teknis diatas, dapat dilihat bahwa model debat mengadopsi gabungan dari beberapa metode pembelajaran seperti Diskusi, Ceramah, dan Pembelajaran Kooperatif.
Proses debat tersebut dilakukan secara terus menerus sehingga siswa benar-benar berfikir semaksimal mungkin kemudian mengungkapkanya di depan forum. Untuk menghindari kebosanan kedua kelompok diadakan pertukaran posisi dan permasalahan yang berbeda-beda, yaitu kelompok pro berubah menjadi kelompok kontra dan begitu juga sebaliknya.
Dalam pelaksanaan model pembelajaran debat ini sangat diperlukan seorang pembimbing untuk mengendalikan keadaan kelas, karena apabila sudah terjadi perdebatan setiap kelompok tidak ada yang mau mengalah dan semakin lama perdebatan akan semakin memanas sehingga kehadiran seorang pembimbing sangat diperlukan. Yang diharuskan bagi para peserta debat adalah tidak diperkenankan menggunakan kata-kata yang kasar atau tidak baik agar siswa terlatih untuk berbicara dengan baik dan teratur.
Ada beberapa kelebihan dari model pembelajaran debat diantaranya adalah: a) Memantapkan pemahaman konsep siswa terhadap materi pelajaran yang telah diberikan; b) Melatih siswa untuk bersikap kritis terhadap semua teori yang telah diberikan; c) Melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat disertai alasannya; d) Memacu siswa aktif dalam pembelajaran; e) Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara baik; f) Melatih siswa untuk mengungkapkan pendapat disertai alasannya; g) Mengajarkan siswa cara menghargai pendapat orang lain; h) Tidak membutuhkan banyak media
Selain itu juga terdapat kekurangan dalam model pembelajaran
debat, diantaranya adalah: a) Ketika menyampaikan pendapat saling berebut; b) Terjadi debat kusir yang tak kunjung selesai bila guru tidak menengahi; c) Siswa yang pandai berargumen akan selalu aktif tapi yang kurang pandai berargumen hanya diam dan pasif; d) Menghabiskan banyak waktu untuk melakukan sesi debat antar kelompok; e) Perlunya tema yang mudah dipahami oleh siswa; f) Tema haruslah dapat diperdebatkan; g) Perataan siswa dalam kelompok terkadang tidak heterogen.
METODE PENELITIAN
Subjek penelitiannya adalah siswa SMP Negeri 96 Jakarta kelas VIII-4  Tahun Pelajaran 2013-2014  dengan jumlah siswa sebanyak 36 orang, terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan.
Waktu penelitian dilakukan pada semester ganjil , Tahun Pelajaran 2013-2014, tepatnya pada bulan September – November 2013. Pemilihan waktu tersebut karena pada saat semester ganjil banyak materi yang cocok diajarkan dengan menggunakan metode debat.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas VIII-4 SMP Negeri 96 Jakarta yang beralamatkan di Jl. Margasatwa, Komplek Timah, Pondok Labu, Jakarta Selatan untuk mata pelajaran Bahasa Inggris. Penelitian dilakukan selama 3 bulan, yaitu mulai bulan September  sampai bulan  November 2013. Pemilihan kelas VIII-4 ini bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan proses dan hasil belajar di kelas VIII-4, karena kelas ini kemampuan akademiknya berada di bawah  lainnya yang berjumlah 6 kelas.
Penentuan waktu penelitian mengacu pada kalender akademik sekolah sebagaimana yang disampaikan oleh Supardi (2006:73) bahwasanya pelaksanaan PTK tidak boleh mengganggu kegiatan belajar mengajar yang telah terjadwal, selain itu masih menurut penjelasan Supardi bahwasannya PTK memerlukan beberapa siklus yang membutuhkan proses belajar mengajar yang efektif di kelas.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Penelitian Tindakan kelas (PTK) Pelitian Tindakan Kelas ini adalah penelitian tindakan untuk memperbaiki praktik pembelajaran di kelasnya, sehingga berfokus pada proses belajar mengajar yanjg terjadi di kelas. Penelitian Tindakan Kelas adalah tindakan yang nyata yang diyakini lebih baik dari yang biasa dilakukan, Suhardjono (2009:11).
Data dari peserta didik ada tiga macam, yaitu: 1) nilai hasil  berbicara  selama proses pembelajaran berlangsung; 2) data yang diperoleh dari hasil observasi teman sejawat yang membantu mengamati perilaku peserta didik, partisipasi dalam setiap pembelajaran; 3) angket yang diambil di setiap akhir siklus, angket ini menggali data dari peserta didik yang berupa sikap peserta didik terhadap pelajaran Bahasa Inggris.
Pada  penelitian ini,  data diperoleh dari data primer yaitu data melalui pengamatan yang dilakukan oleh observer,  melalui unjuk kemampuan berbicara, dan angket untuk mengukur sikap peserta didik terhadap pelajaran Bahasa Inggris.
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini yang dipakai oleh peneliti adalah dengan menggunakan rubrik penilaian speaking selama proses pembelajaran. Lembar Observasi digunakan oleh observer mengamati kegiatan guru pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Angket digunakan untuk mengetahui persepsi peserta didik terhadap pelajaran Bahasa Inggris.
Data yang dikumpulkan pada setiap kegiatan observasi dari pelaksanaan siklus  dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan teknik persentase untuk melihat kecenderungan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran.  Untuk melakukan analisis Hasil Belajar dilakukan dengan cara mencari nilai rerata tes yang diperoleh peserta didik pada setiap akhir pertemuan tiap-tiap siklus. 
Data nilai tes menjadi bahan untuk dianalisis secara deskriptif yang menjelaskan kecenderungan perubahan pencapaian hasil belajar kearah yang lebih baik.
Pada tahap analisis dan Refleksi hasil observasi dari observer serta nilai membaca siswa pada akhir setiap siklus dianalisis dan dijadikan bahan refleksi melalui diskusi bersama antara peneliti dan observer.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini terdiri dari 2 siklus secara berulang yaitu siklus I dan siklus II.  Setiap siklus dalam penelitian ini meliputi empat tahap:  Perencanaan (planning), Pelaksanaan (acting), Pengamatan (observing), dan Refleksi (reflecting). Langkah kegiatan belajar mengajar pada pertemuan pertama Siklus 1 dengan metode debat sebagai berikut: a) Perencanaan  yang meliputi penetapan materi pembelajaran Bahasa Inggris dan penetapan alokasi waktu pelaksanaannya ( September – November 2013);  b) Tindakan yang meliputi seluruh proses kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode debat; c) Observasi dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran, meliputi aktivitas siswa, pengembangan materi dan hasil belajar siswa dilakukan oleh kolaborator; d) Refleksi dalam kegiatan pembelajaran dianalisa dan sekaligus menyusun rencana perbaikan pada siklus berikutnya.
Penelitian dilakukan selama 3 bulan, yaitu mulai bulan September sampai November 2013 tahapan kegiatan sebagai berikut: a) Guru mengkondisikan kelas dengan mengajak siswa membersihkan sampah, agar KBM menjadi nyaman.Kegiatan diawali dengan berdoa, memberi salam dan tegur sapa; b) Guru memberikan motivasi siswa untuk ikut aktif dalam proses pembelajaran di kelas; c) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai, KD  3.1. Mengungkapkan makna dalam percakapan  transaksional (to get things done) dan  interpersonal (bersosialisasi) pendek sederhana dengan menggunakan ragam bahasa lisan secara akurat, lancar, dan berterima  untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur: meminta, memberi, menolak jasa, meminta, memberi, menolak barang, meminta, memberi dan mengingkari informasi, meminta, memberi, dan menolak pendapat, dan menawarkan / menerima / menolak sesuatu; d) Guru mengkondisikan siswa kedalam kelompok berpasangan dua orang; e) Guru menyajikan atau mengingatkan kembali materi yang akan dipelajari. Guru memberitahukan tujuan dan manfaat dari materi yang akan dipelajari karena akan membantu siswa untuk mengingatnya; f) Guru membagi siswa menjadi 2 kelompok peserta debat, yang satu pro dan yang lainnya kontra; g) Guru memberikan tugas untuk membaca beberapa materi yang akan diperdebatkan oleh kedua kelompok diatas; h) Setelah selesai membaca materi, Masing-masing kelompok mengajukan topik yang akan diperdebatkan; i) Guru melakukan voting untuk menentukan topik yang akan diperdebatkan oleh kelompok pro dan kontra; j) Guru menunjuk salah satu anggota kelompok kontra untuk berbicara saat itu; k) Guru menunjuk siswa 1 orang anak dari kelompok pro  untuk mencatat kalimat yang diucapkan oleh teman-temannya dari kelompok kontra, 1 orang dari kelompok kontra untuk mencatat kalimat dari teman-temannya dari kelompok pro; l) Kemudian setelah selesai ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya; m) Sementara siswa menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide yang diharapkan; n) Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkapkan; o) Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.
Dari hasil  akhir pembelajaran pada Pertemuan Pertama Siklus I didapat hasil rerata nilai 57,63 siswa yang tuntas sebesar 19,44%, sedangkan siswa yang tidak tuntas sebesar  80,56%.  Dari hasil tes tersebut dapat diasumsikan bahwa peserta didik masih belum memiliki kemampuan seperti apa yang diharapkan.
Data yang diperoleh dari instrument yang berupa angket pada akhir pembelajaran pada  Pertemuan Pertama Siklus 1. Data  menggambarkan kondisi sikap peserta didik  pada awal siklus 1 menunjukkan bahwa secara umum peserta didik bersemangat, memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap Bahasa Inggris khususnya dalam menyampaian dengan menggunakan metode debate.
Melihat hasil observasi yang dilakukan oleh observer, terlihat bahwa aktivitas guru dalam mempersiapkan diri untuk mengawali pembelajaran belum sepenuhnya siap, hal ini diduga akan mempengaruhi prestasi peserta didik dalam pembelajaran.
Antusias peserta didik yang masih rendah, konsentrasi yang masih buyar pada saat proses belajar terlihat pada saat observer. Siswa  jarang mengajukan pertanyaan dan tidak mau menjawab berbagai pertanyaan guru membuat kondisi kelas sungguh kurang variatif.
Refleksi untuk  Pertemuan Pertama Siklus 1: Proses pembelajaran belum seperti yang diharapkan peneliti, kegiatan di dalam kelas masih berlangsung kurang tertib, partisipasi peserta didik yang masih kurang aktif serta kekurangan-kekurangan yang lainnya yang masih perlu diperbaiki dalam pelaksanaan pembelajaran.
Pada Pertemuan Kedua Siklus 1,  peneliti melakukan beberapa perbaikan, yaitu: Guru mengkondisikan siswa kedalam kelompok berpasangan dua orang.
Dari hasil penilaian pada pembelajaran pada Pertemuan Kedua Siklus I didapat hasil rerata nilai  65,42, peserta didik yang tuntas sebesar 41,67%, sedangkan peserta didik yang tidak tuntas sebesar 58,33%.
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer,
Pada Pertemuan Kedua Siklus 1, Proses pembelajaran belum seperti yang diharapkan peneliti, kegiatan di dalam kelas masih berlangsung kurang tertib, partisipasi siswa yang masih kurang aktif serta kekurangan-kekurangan yang lainnya yang masih perlu diperbaiki dalam pelaksanaan pembelajaran.
Hasil penilaian pada pembelajaran  Pertemuan Ketiga Siklus I,  didapat hasil rerata nilai 67,22, siswa yang tuntas sebesar 55,56%,  sedangkan peserta didik yang tidak tuntas sebesar  44,44%.  Dari hasil tes tersebut dapat diasumsikan bahwa peserta didik telah mengalami peningkatan.
       Melihat hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer, terlihat bahwa aktivitas guru dalam mempersiapkan diri untuk mengawali pembelajaran mulai menunjukkan peningkatan kearah membaik, hal ini diduga akan berpengaruh positif terhadap prestasi siswa.
       Pada saat  Pertemuan Pertama Siklus 2,   peneliti melakukan penilaian pada pelaksanaan kegiatan,  peneliti menganalisis kondisi pembelajaran, yang meliputi pelaksanaan  pengajaran, partisipasi peserta didik di dalam kelas. Setelah melihat kekurangan yang ada,  peneliti kemudian melakukan perbaikan yang meliputi metode, alat bantu pembelajaran, serta partisipasi peserta didik untuk dapat mengikuti proses pembelajaran yang lebih aktif pada pertemuan selanjutnya. Peneliti juga memperhatikan catatan dari observer yang membantu melakukan pengamatan saat peneliti melakukan proses pembelajaran
Pertemuan pertama siklus 2 didapat hasil rerata nilai 71,94  siswa yang tuntas sebesar 72,22%, sedangkan peserta didik yang tidak tuntas sebesar 27,78%.  Dari hasil tersebut dapat diasumsikan bahwa siswa telah mengalami peningkatan.
Gambaran yang diperoleh dari angket yang diberikan kepada siswa menunjukkan bahwa secara umum siswa bersemangat, memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap Bahasa Inggris khususnya dalam menyampaian dengan metode debate.
       Melihat hasil pengamatan  yang dilakukan oleh observer, terlihat bahwa aktivitas guru dalam mempersiapkan diri untuk mengawali pembelajaran sudah bagus,
Aktivitas guru dalam pembelajaran sudah menunjukkan peningkatan, terutama dalam menyiakan sumber belajar, memberikan layanan kepada peserta didik secara maksimal, pengembangan penggunaan media, IT sudah mulai dilakukan semakin baik dari pertemuan sebelumnya.
Refleksi Pada saat Pertemuan Pertama Siklus 2, peneliti melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan, saat pelaksanaan  peneliti melihat, menganalisis kondisi pembelajaran, yang meliputi pelaksanaan guru dalam melakukan pengajaran, partisipasi peserta didik di dalam kelas. Setelah melihat kekurangan yang ada,  peneliti kemudian melakukan perbaikan yang meliputi metode, alat bantu pembelajaran, serta partisipasi peserta didik untuk dapat mengikuti proses pembelajaran yang lebih kondusif pada pertemuan selanjutnya.
Pada pertemuan kedua siklus 2 hasil rerata nilai 74,17 peserta didik yang tuntas sebesar 83,33%, sedangkan peserta didik yang tidak tuntas sebesar 16,67%.  dapat diasumsikan bahwa peserta didik telah mengalami peningkatan.
Hal yang masih dan terus untuk ditingkatkan adalah: keinginan peserta didik yang masih rendah, peserta didik masih belum mampu dengan jelas menjawab pertanyaan dari guru.Catatan dari obsever yang berperan sebagai observer yang membantu melakukan pengamatan saat peneliti melakukan proses pembelajaran untuk dijadikan dasar peningkatan kualitas pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Pertemuan ketiga siklus 2hasil rerata nilai 78,19 peserta didik yang tuntas sebesar 97,22%, sedangkan peserta didik yang tidak tuntas  sebesar 2,78%
Pertemuan Ketiga Siklus 2 menjadi 78,19, hal ini mengindikasikan bahwa secara periodic terjadi peningkatan kemampuan peserta didik dalam penguasaan pelajaran.
Peran serta peserta didik dalam mengikuti pelajaran juga semakin meningkat. Partisipasi dengan bentuk respon jawaban bila peserta didik diberikan pertanyaan merupakan indikasi yang mengarah pada perbaikan kemampuan peserta didik dalam pelajaran Bahasa Inggris.
Lebih memotivasi peserta didik dalam hal partisipasi selama kegiatan berlangsung.  Tujuan motivasi ini untuk memberikan penguatan kepada peserta didik untuk lebih berani mengungkapkan pendapatnya, merevisi jawaban rekan yang salah, memberikan argumentasi pada saat menemukan permasalahan.  Dengan demikian diharapkan peserta didik akan lebih sering menyampaiakn pendapat, ide, serta gagasannya untuk memberikan ruang bagi peserta didik berpikir kritis, inovatif, dan selalu dalam suasana yang menyenangkan dalam belajar
Kendala-kendala di atas merupakan sebuah dinamika dalam pembelajaran, seorang guru harus bisa mengelola kelas dengan baik agar tercipta kondisi yang ideal untuk pembelajaran. Dari waktu ke waktu, dari siklus ke siklus, dari pertemuan ke pertemuan berangsur-angsur menunjukkan hasil yang positif.  Hal itu didukung dengan data penelitian yang tergambar dari penilaian sikap, penilaian tes setelah pembelajaran berlangsung di setiap pertemuan dalam Siklus I dan Siklus II, dari data observasi yang dilakukan oleh teman sejawat juga menunjukkan perubahan kearah yang lebih baik.
Berikut disajikan hasil rerata skor pencapaian ulangan akhir pembelajaran di tiap pertemuan yang diperoleh peserta didik dari Siklus I hingga ke Siklus II:
Tabel 4.15 Rekapitulasi Tes Hasil Belajar Akhir Setiap Pertemuan
                  Pada Siklus 1 dan 2
KKM
75
75
75
75
75
75
Daya Serap
57.6
65.4
67.2
71.9
74.2
78.2
Nilai Maksimal
75
80
80
90
90
90
Nilai Minimal
30
35
35
45
45
55
Prosentase Peserta Didik Tuntas
19.4
41.7
55.6
72.2
83.3
97.2
Prosentase Peserta Didik Tidak Tuntas
80.6
58.3
44.4
27.8
16.7
2.78

Perolehan nilai diakhir semester sebelumnya dengan reratanya 60,  peneliti merasa kawatir mengingat KKM yang telah ditetapkan untuk KD 3.1 sebesar 75,00 Namun demikian itulah sebuah realita pencapaian hasil belajar peserta didik. Namun setelah dimulainya penelitian Tindakan Kelas dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan metode debat dari Siklus I pertemuan ke I-III hingga Siklus II pertemuan ke I-III diperoleh hasil seperti pada tampilan tabel di atas.
Melihat perubahan positif tersebut,  peneliti meyakini bahwa pengajaran dengan menggunakan metode debat memiliki kontribusi yang positif terhadap hasil belajar peserta didik. Jeda waktu antar siklus, peneliti melakukan refleksi untuk melihat celah mana yang menjadi kekurangan-kekurangan untuk dievaluasi dan dibuat perbaikan pada kegiatan penelitian di Siklus dan pertemuan selanjutnya.  Bahkan peneliti juga mengevaluasi masukan dari observer sebagai, masukan, yang dipilah-pilah untuk peningkatan peneliti agar berusaha  melakukan perbaikan, peningkatan pelaksanaan pada pertemuan-pertemuan berikutnya sehingga harapan tercapainya peningkatan hasil belajar yang diperoleh peserta didik semakin nyata.
Grafik berikut menampilkan perubahan prosentase ketuntasan yang diperoleh pada rangkaian evaluasi atau tes pada akhir pembelajaran tiap kali pertemuan.  Hasil yang diperoleh menunjukkan eksistensi peserta didik semakin meningkat, asumsi yang dapat ditarik dari fenomena itu adalah bahwa ada pengaruh peningkatan jumlah peserta didik yang tuntas bila  peneliti menerapkan pengajaran dengan pengajaran dengan menggunakan metode debate.
Berikut ini ditampilkan grafik ketuntasan peserta didik mulai dari pertemuan pertama pada Siklus I hingga pada pertemuan ketiga Siklus 2, dari penampilan grafik berikut dapat diasumsikan bahwa ada kecenderungan peningkatan jumlah peserta didik yang mengalami ketuntasan dalam pembelajaran.  Ini merupakan gejala yang positif yang diyakini pengaruh dari penggunaan metode debate. Kompetensi dasar yang diajarkan selama pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas.
      Grafik 4.10 KetuntasanTes Hasil Belajar Akhir Pertemuan
                         Pada Siklus 1 dan Siklus 2

Dari tampilan grafik di atas tentang Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Belajar peserta didik yang menunjukkan perubahan ke arah yang lebih bagus bahwa dalam setiap akhir pertemuan pembelajaran tiap-tiap siklus menunjukkan semakin banyak peserta didik yang mengalami ketuntasan dalam belajar.  Diyakini oleh peneliti bahwa hal ini pengaruh dari  penggunaan metode debat.  Sesuatu yang baru dalam proses pembelajaran yang menarik bagi peserta didik dapat memotivasi dan mendorong antusias peserta didik untuk mengikuti dan mengalami proses pembelajaran yang lebih baik. Hal ini secara langsung diyakini oleh  peneliti dapat meningkatkan perolehan hasil belajar Bahasa Inggris siswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini.
Hasil belajar yang diambil dengan pedoman rubric speaking dalam setiap pertemuan disajikan dalam bentuk grafik berikut ini dapat dilihat peningkatan disemua indikator keberhasil peserta didik dalam mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode debate pada pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ini.
Grafik 4.11Rekapitulasi Tes Hasil Belajar Akhir setiap Pertemuan
                 Siklus 1 dan Siklus 2
Dari seluruh penilaian  yang dilakukan pada proses r pembelajaran pada dimasing-masing pertemuan, fenomena kenaikan secara simultan ditunjukkan pada rerata hasil belajar peserta didik, daya serap terhadap pelajaran Bahasa Inggris, prosentase ketuntasan  peserta didik mengalami peningkatan sebesar 20,56 dari 57,19 (Siklus 1) menjadi 78,2 (Siklus 2),  ada perubahan positif yang diduga merupakan pengaruh dari aplikasi Penggunaan metode debate pada proses pembelajaran dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini.
Setelah dilakukan penelitian tindakan kelas mulai dari Siklus 1 dan Siklus 2 pada tiap-tiap pertemuan dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan secara berarti, terlihat dari rerata hasil evaluasi pada siklus 2 yaitu 78,2 telah melebihi kriteria ketuntasan minimal sekolah yaitu 75,00. Prosentasi peserta didik yang tuntas pada siklus 1 hanya 19,4 meningkat menjadi 97,2 pada siklus 2. Hasil ini menunjukkan bahwa penerapan metode debat dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Inggris siswa.
SIMPULAN DAN SARAN
      Setelah peneliti cermati selama dalam kegiatan penelitian dari hal proses sampai pada hasil maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut: 1.   Metode debat, telah memberikan nuansa baru dalam pembelajaran Bahasa Inggris sehingga pembelajaran lebih efektif. Hal ini terbukti dengan adanya perubahan yang signifikan terhadap ketuntasan belajar siswa. Terlihat pada nilai ulangan siswa yang dilakukan setelah siklus II mencapai nilai rata-rata 78,19 dengan ketuntasan belajar 97,22% dengan demikian pembelajaran menggunakan metode debate telah berhasil; 3. Penggunaan  metode debate dalam proses belajar mengajar  memiliki beberapa manfaat bagi siswa. Mereka tidak hanya belajar bagaimana berbicara tetapi juga melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat; 4.Kebanyakan siswa tertarik belajar Bahasa Inggris menggunakan metode debate. Mereka lebih terbimbing untuk mengemukakan ide.
  Setelah mengetahui hasil dan kesimpulan selama penelitian berlangsung, peneliti memberikan saran antara lain: 1. Seorang guru hendaknya terampil dan dapat menguasai berbagai metode                   pembelajaran agar siswa lebih mudah memahami materi pembelajaran; 2. Seorang guru harus selalu aktif melibatkan siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung; 3.   Seorang guru harus dapat memilih media dan kreatif dalam mencoba ide baru agar proses pembelajaran berhasil dengan baik dan tidak membosankan; 4.   Hendaknya guru selalu memotivasi siswa untuk selalu belajar di rumah tentang materi yang akan dibahas  pada pertemuan berikutnya supaya dalam pembelajaran siswa mempunyai gambaran materi; 5.   Perlunya kolaborasi dengan guru yang lain di dalam meningkatkan kualitas pembelajaran melalui   Penelitian Tindakan Kelas; 6.   Kepala Sekolah hendaknya memfasilitasi kegiatan Penelitian Tindakan Kelas yang dituangkan  dalam Program Kerja Sekolah;
                                                                                                                            
DAFTAR PUSTAKA


Rahadi, Aristo. Media Pembelajaran. Jakarta: Pendidikan Dasar dan Menengah, 2003.


Aristo Rahadi (2003:) Media Pembelajaran. Cet. I Dep-dik-nas-dit-jen
Dik Das Men

Deporter, Bobbi (2004) Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan

Dimyati& Mudjiono (1999) Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta
Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, Sobry. 2007. Strategi Belajar Mengajar melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islam. Cet. II, Bandung: Refika Aditama.
Gulo,W. 2002 Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo
Lado, Robert (1964) Language Teaching a Scientific Approach, Mc Graw - Hill
Rosiqin, Muhammad Zainur, 2007. Moral Pendidikan di Era Global; Pergeseran Pola Interaksi Guru-Murid di Era Global. Malang: Averroes Press.

Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar  Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Tilaar, H.A.R. 2002. Pendidikan. Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia; Strategi Reformasi Pendidikan Nasional. Cet. III, Bandung: Remaja Rosdakarya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar